Tak ada kata terlambat tuk menjadi yang lebih baek.. Diberdayakan oleh Blogger.
???? ? ???? ? ????? ???????

Translate

Jumat, 10 Februari 2012

Rambu-rambu Dalam Belajar


            Tak perlu seseorang pungkiri,segala sesuatu di dunia ini membutuhkan ilmu lebih-lebih akhirat. Akan tetapi berbeda-beda orang menyingkapi ilmu. Diantaranya ada yang males-malesan dalam mencari ilmu,berbagai alasan mereka cari untuk menghindari sebuah kewajiban itu. Ada juga yang semangat sekali dalam mencari ilmu. Akan tetapi dalam mencari ilmu agama tidaklah cukup bermodal semangat saja. Karna, seorang penuntut ilmu haruslah tahu rambu-rambu yang telah digariskan syari’at dalam menuntut ilmu agama. Agar seorang penuntut ilmu tidak bingung dalam menghadapi seruan dari banyak kelompok-kelompok da’wah. Dan yang paling penting, agar si penuntut ilmu tidak jatuh kepada pemahaman yang salah atau menyimpang.
            Pada zaman sekarang berbagai kelompok menawarkan jalannya dalam mempelajari dinul islam (agama islam). Masing-masing pihak sudah pasti mengeklaim jalannya sebagai yang terbaik dan benar. Melalui berbagai cara mereka berusaha meraih pengikut sebanyak-banyaknya. Perlu kita lihat di sekililing kita. Ada kelompok yang menawarkan jalan dengan ikut hura-huranya politik, ada yang menyeru umat  untuk segera mendirikan khilafah islamiyah, ada juga yang berkelana dari daerah satu ke daerah lain mengajak manusia  ramai-ramai ke masjid.
            Akan tetapi kondisi umat islam masih begini-begini saja, Kebodohan dan ketidakberdayaan masih menyelimuti. Bahkan makin bertambah parah. Kemudian, adakah tindakan-tindakan salah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ? sudah pasti ada yang salah. Mengapa mereka (kelompok) tidak mengajak umat untuk kebali mempelajari agamanya saja ? mengapa mereka justru menyibukkan umat dengan sesuatu yang berujung kesia-siaan.
            Ahlu sunnah wal jama’ah sebagai pewaris Nabi selalu berusaha mengamalkan apa yang diwasiatkan Rasululloh untuk mengajak umat kembali mempelajari agamanya. Ahlus sunnah wal jama’ah tidak akan pernah keluar dari jalan yang telah digariskan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, Adapun jalan yang ditempuh Ahlus sunnah wal jam’ah dalam mendapatkan ilmu agama sebagai berikut :

  1. Mengambil ilmu agama dari sumber aslinya yaitu Al qur’an dan As sunnah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Ikutilah ap yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan jangan kalian mengikuti para pemimpin selain-Nya, sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya.”(Al a’raf : 3)
            Dan Rasullulloh bersabda :
Ketahuilah bahwasanya aku diberi Al qur’an dan yang serupa dengannya bersamanya.” ( Shahih.HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Miqdam bin Ma’di Karib. Lihat Shahihul Jami’ No.2643)

  1. Memahami Al qur’an dan As sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus shalih.
Yakni para sahabat dan yang mengikuti mereka dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Sebagaimana sabda Nabi :
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (Nabi) kemudian yang setelah mereka kemudian yang setelah mereka”(HR. Bukhari dan Muslim)
            Kebaikan yang berada pada mereka adalah kebaikan yang mencangkup segala hal yang berkaitan dengan agama, baik ilmu, pemahaman, pengamalan dan da’wah. Dengan demikian pemahaman mereka terhadap agama ini sudah dijamin oleh Nabi. Sehingga, kita tidak meragukannya lagi bahwa kebenaran itu pasti berada bersama mereka. Dan itu sangat wajar karma mereka adalah orang yang paling tahu Nabi.

  1. Tidak melakukan taqlid atau ta’ashub (fanatik) madzhab.
Allah berfirman :
Ikutilah ap yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan jangan kalian mengikuti para pemimpin selain-Nya, sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya.”(Al a’raf : 3)
            Dengan jelas ayat diatas menganjurkan untuk mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah baik berupa Al qur’an atau Hadist.
            Sebaliknya ta’ashub (fanatik) pada madzhab akan menghalangi sesorang untuk sampai kepada kebenaran. Tak heran kalau sampai ada dari kalangan ulama’ madzhab mengatakan “ Setiap hadist yang menyelisihi madzhab maka itu mansukh ( terhapus hukumnya ) atau harus ditakwilkan ( yakni diarahkan kepada makna yang lain ). Akhirnya madzhablah yang menjadi ukuran kebenaran bukan ayat atau hadist.

  1. Waspada dari Da’i jahat.
Maksud dari da’i jahat adalah mereka yang membawa ajaran-ajaran yang menyimpang aqidah Ahlus sunnnah wal jama’ah sedikit atau banyak.

  1. Memilih guru yang dikenal berpegang teguh kepada sunnah Nabi dalam berakidah, berakhlaq, beribadah, dan bermuamalah.
Dalam urusan agama seseorang tidak boleh asal sembarang dalam mengambil tanpa peduli dari siapa dia dapatkan.
Seorang tabi’in bernama  Muhammad bin Sirin berkata : “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”. Beliau juga berkata: “ Dahulu orang-orang tidak bertanya tentang sanad ( rangkain para rawi yang meriwayatkan ) hadist, maka tatkala terjadi fitnah mereka mengatakan: sebutkan pada kami sanad kalian, sehingga mereka melihat ahlus sunnah lalu mereka menerima hadistnya dan melihat kepada ahlul bid’ah lalu menolak hadistnya.” ( Riwayat Muslim dalam Muaqaddimah shahihnya )

  1. Tidak mengambil ilmu dari sisi akal atau rasio.
Karena agama ini adalah wahyu bukan hasil penemuan akal. Allah berfirman kepada Nabi-Nya :
“ Katakanlah ( ya,Muhammad ) : Sesungguhnya Aku memberi peringatan kepada kalian dengan wahyu.”( Al anbiya’ : 45 )
“Dan tidaklah yang diucapkan itu ( Al qur’an menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan ( kepadanya).”( An najm: 3-4 )
Jadi tidaklah boleh bagi siapa saja meninggalkan dalil yang jelas dari Al qur’an ataupun Hadist yang shahih karna tidak sesuai dengan akalnya. Seseorang harus menundukkan akalnya dihadapan keduanya.

  1. Menghindari perdebatan dalam agama.
Tidaklah sebuah kaum sesat setelah mereka berada di atas petunjuk kecuali mereka akan diberi sifat jidal (berdebat) . Lalu beliau membaca ayat , artinya : “Bahkan mereka adalah kaum yang suka berbantah-bantahan .” ( HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al bahili, dihasankan oleh As Syaikh Al Abani dalam shahihul jami’ no: 5633 )
            Ibnu Rajab mengatakan : “Diantara sesuatu yang diingkari para imam salafush sholeh adalah perdebatan, berbantah-bantahan dalam masalah halal dan haram. Itu bukan jalannya para imam agama ini.”
            Oleh karenanya Allah memerintahkan berdebat dengan yang paling baik.Firman-Nya :
Ajaklah kepada jalan Rabb-Mu dengan hikmah, mau’idhoh (nasehat) yang baik dan berdebatlah dengan yang paling baik.”(An Nahl : 125 ).
            Para ulama’ menerangkan bahwa perdebatan yang paling baik bias terwujud jika niat masing-masing dari dua belah pihak baik. Masalah yang diperdebatkan juga baik dan mungkin dicapai kebenarannya dengan diskusi. Masing-masing beradab dengan adab yang baik, dan memang punya kemampuan ilmu serta siap menerima yang haq (benar) jika kebenaran itu muncul dari hasil perdebatan mereka.
R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar