Tak ada kata terlambat tuk menjadi yang lebih baek.. Diberdayakan oleh Blogger.
???? ? ???? ? ????? ???????

Translate

Sabtu, 25 Februari 2012

JUAL BELI IJON

          Jual beli merupakan kebutuhan primer yang tidak mungkin bisa ditinggalkan oleh manusia di manapun ia berada, keberadaan jual beli merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak sedikit dari kaum muslimin hari ini yang disebabkan karena kurang tahu dalam urusan jual beli sehingga menghalalkan berbagai macam cara dalam rangka mendapatkan barang atau uang dalam transaksi jual beli, padahal urusan jual beli merupakan perkara yang telah ditetapkan oleh syar’i, persoalan-persoalan yang baru dalam akad pun tidak luput dari pembahasan para ulama’, maka secuil risalah tentang  jual beli ijon ini mudah-mudahan bisa memberi wacana kehati-hatian bagi kaum muslimin ketika melaksanakan transaksi jual beli.

DALIL-DALIL YANG BERKAITAN
  1. Dari Ibnu Umar r.ha : “ Rosululloh melarang jual beli buah hingga terlihat jelas kebaikanya, beliau melarang dari menjual maupun membeli “ ( dikeluarkan oleh ashabussunan kecuali Tirmidzi ) dan dalam riwayat yang lain apa bila beliau ditanya tentang kebaikan tersebut, beliau menjawab, sampai hilang gangguanya “.
  2. Dari Annas bin Malik r.a dari Nabi sholallohu ‘alaihi wa salam : beliau melarang jual beli buah sampai berkembang, dikatakan bagaimana berkembangnya ?, beliau menjawab, memerah atau menguning. ( dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim )
  3. Dari Anas r.a adalah Nabi sholallohu ‘alaihi wa salam melarang jual beli anggur sampai menghitam dan biji sampai mengeras ( dikeluarkan oleh Imam yang 5 kecuali Hakim dan Ibnu Hibban )
  4. Dari Abu Huroiroh r.a berkata : “ Nabi sholallohu ‘alaihi wa salam bersabda : janganlah kalian jual beli buah hingga jelas kemanfaatanya “ ( dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Muslim, An-Nasa’I dan Ibnu Hibban )
PENGERTIAN
Maksud jual beli ijon disisni adalah jual beli buah yang belum jelas kemanfaatanya, karena jual beli buah yang belum berbentuk ( masih berupa bunga atau belum muncul sama sekali ) adalah jual beli yang dilarang menurut para ulama’ karena jual beli semacam itu termasuk dalam kategori jual beli yang belum dimiliki atau jual beli ghoror ( penipuan karena pasti salah satu pelaku akan tertimpa kerugian ). Berdasarkan hadits-hadits di atas kita bisa menyimpulkan bahwa jelas kemanfaatan dimana buah tersebut sudah bisa dimanfaatkan dapat dilihat dari dua perkara :
  1. Nampak tanda-tanda masak, sebagaimana riwayat pertama ( memerah atau menguning ) dan pada riwayat kedua ( sampai menghitamnya anggur dan mengerasnya biji )
  2. Hilangnya gangguan atau penyakit, hal ini di dasarkan kepada kekuatan perkiraan bahwa buah tersebut tidak terserang penyakit, sebagaiman riwayat Ibnu Umar ketika Rosul ditanya tentang kemanfaatanya, beliau menjawab, sampai hilang penyakitnya.
Sedangkan secara rinci, para ulama’ menyebutkan tentang tanda-tanda kemanfaatan sebagai berikut :
  1. Dengan perubahan warna
  2. Dengan perubahan rasa
  3. Dengan perubahan kematangan
  4. Dengan keras atau kuat
  5. Dengan panjang dan penuh
  6. Dengan besar
  7. Dengan memecah
  8. Dengan mekar.
Sehingga masing-masing buah haruslah dideteksi kemanfaatan sebagaimana jenis masing-masing, tentunya persyaratan ini tidak berlaku apabila buah tersebut memeang dibutuhkan dalam keadaan muda.

HUKUM JUAL BUAH YANG BELUM JELAS KEMANFAATANYA
Jual beli buah yang belum Nampak kemanfaatanya ( ijon ) tidak akan terlepas dari dua kemungkinan yaitu buah tersebut dijual tersendiri maupun dijual beserta pangkalnya ( pohonya ), jika dijual buahnya saja maka akan masuk kepada dua kemungkinan pula, yaitu adanya pensyaratan pemetikan langsung dan adanya pensyaratan dibiarkan menetap di pohon, atau tidak adanya syarat secara mutlak ( bisa jadi dipetik sebagian dibiarkan sebagian yang lain ).
Adapun jual beli buah beserta pohonya, maka tidak ada perbedaan di kalangan para ulama’ tentang kebolehanya, karena buah masuk dalam bagian dari pohon yang dijual belikan, sehingga dalam hal ini tidak terdapat unsure penipuan dan saling merugikan.
Demikian pula menjual buah secara terpisah dari pohonya ( jual buahnya saja ) dengan syarat segera dipetik, para ulama’ juga membolehkan dengan syarat buah yang dibeli tersebut telah mendatangkan manfaat bagi pembelinya.
Begitu pula jika pembeli merupakan pemilik asal ( pohon ) , hukumnya adalah boleh secara mutlak menurut para fuqoha’, hal ini dikarenakan terjadinya kepemilikan secara sempurna kepada pembeli, tidak ada alasan dalam hal ini meskipun penjual mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung, maka pembeli tidak harus melaksanakan. Namun sebagian ulama’ berpendapat tetap tidak diperbolehkan berdasarkan keumuman dalil, serta masih adanya unsur goror dengan kemungkinan rusak sebelum dipetik.
Jika penjualan buah secara tersendiri ( tidak beserta pohonya ) dan pembeli mensyaratkan adanya ketetapan di pohon ( tidak langsung dipetik ) maka menurut jumhur fuqoha’ jual beli seperti ini adalah haram.
Apa bila pembeli bukan merupakan pemilik asli ( pohon ) dan ia hanya membeli buahnya saja, dia tidak mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung atau pembiaran di pohon, jumhur ulama’ mengatakan harom hukumnya disebabkan karena keumuman dalil, sedang menurut madzhab Hanafi, aqd seperti ini boleh tetapi si pembeli harus segera memetiknya.
KEDUDUKAN LARANGAN
  1. Jumhur ulama’, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah bersepakat bahwa jual beli ijon dengan system yang telah disebutkan di atas adalah batil dan hukumnya harom.
  2. Menurut Hanafiyah : aqd seperti ini rusak tetapi tidak batal, ya itu apa bila pembeli bukan merupakan pemilik asli ( pohon ) kemudian ia mensyaratkan ketetapan di pohon.
BUAH YANG SUDAH NAMPAK KEMANFAATANYA
Demikan tersebut di atas hokum yang berkaitan dengan jual beli buah yang belum Nampak kemanfaatanya, sedangkan untuk buah yang telah Nampak kemanfaatanya para ulama’ memberikan rambu-rambu diantaranya :
  1. Apabila jual beli tersebut dengan syarat langsung dipetik maka diperbolehkan  
  2.  Apabila jual beli tersebut lepas dari berbagai persyaratan maka jual beli tersebut juga sah 
  3.  Apabila jual beli tersebut mensyaratkan pembiaran ( dibiarkan tetap dipohon dalam jangka waktu tertentu ) apabila pembiaran tersebut tidak menghalangi bertambah besar ( buah yang diperjual belikan ) maka jual beli tersebut rusak menurut jumhur, sedangkan apabila terjamin bahwa pembiaran tersebut menghalangi bertambah besar maka jual beli seperti itu dihukumi rusak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf dengan alas an pensyaratan tetap dipohon mengandung unsure manfaat bagi pembeli.
Sedangkan jika pihak pembeli dengan sengaja membiarkan buah tersebut di atas pohonya maka dijelaskan sebagai berikut :
1.      Apabila pembiaran dipohon tidak menyebabkan bertambahanya buah baik dari segi ukuran dan yang lainya kecuali hanya bertambah kematangan, maka sipembeli tidak perlu bersedekah baik pembiaran dipohon tersebut atas dasar izin sipemilik pohon maupun tanpa izin darinya.
2.      Apabila pembiaran tersebut tidak mengahalangi bertambahanya ukuran buah, maka sipembeli harus bersedekah lantaran perubahan tersebut karena hal itu merupakan perkara yang jelek dan pemebersihanya adalah dengan bersedekah.
Maroji’ :
Al-buyu’ Al-munha ‘anhu nasshon fi As-syari’ah Al-Islamiyah oleh DR. Ali bin Abbas Al-Hukmy. Maktabah kafiyah.
Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu jilid 4 Dr. Wahbah Az-Zuhaili.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar