Tak ada kata terlambat tuk menjadi yang lebih baek.. Diberdayakan oleh Blogger.
???? ? ???? ? ????? ???????

Translate

Sabtu, 11 Februari 2012

AGAR JUAL BELI TAK MENUAI RUGI !!


Menjual dan membeli selalu lekat dengan kehidupan kita, keberadaanya merupakan satu keniscayaan yang tidak mungkin kita tinggalkan, karena keberadaanya yang sangat primer dalam memenuhi kebutuhan hidup maka syari’at Islam mengatur sedemikian rupa supaya praktek transaksi jual beli bernilai ibadah dan tidak mengundang dosa serta kedholiman baik kepada pihak penjual maupun pembeli, maka menjadi sebuah keniscayaan jikalau umat Islam memperhatikan adab-adab dalam transaksi jual beli sehingga praktek jual beli yang dilakukan memberi keuntungan tidak hanya sekedar dunia tapi juga keuntungan berlipat di akhirat kelak, berikut akhlak dan adab jual beli yang harus diperhatikan setiap mereka yang hendak melakukan transaksi jual beli :
Memperbaiki niat dan akidah
"Al-umuru bimaqosidiha/innamal a'malu binniyat"  (segala urusan itu tergantung pada maksud dan tujuanya / segala sesuatu tergantung pada niatnya) inilah kaidah fiqh yang menerangkan tentang dasar beramal pada diri seorang muslim bahwa segala amal apa saja tergantung dari niat yang ada dalam hatinya, bahkan niat pulalah yang membedakan sebuah amal tersebut bernilai ibadah atau hanya sebuah kebiasaan atau membedakan ibadah satu dengan ibadah yang lain. maka bagi siapa saja yang hendak melakukan transaksi jual beli hendaknya memperbaiki niat menahan diri dari tama' terhadap manusia, hendaklah memperkaya diri dengan hal-hal yang halal, berusaha menjauhi praktek riba, praktek yang tidak syar’i dan meninggalkan praktek yang masih syubhat (samar akan boleh dan tidaknya).
Menghindari “gubn” (berlebihan dalam mengambil keuntungan)                          
Bagi penjual hendaklah tidak mengambil keuntungan berlebih-lebihan, dikarenakan mengambil keuntungan secara berlebih-lebihan merupakan perkara yang tidak baik, bahkan masuk kategori “gubn”  yaitu membandrol harga tinggi kepada orang yang kurang teliti dalam masalah harga atau orang yang terpaksa harus membeli barang tersebut, biasanya ini dilakukan oleh penjual kepada pembeli yang kurang tahu masalah harga atau orang asing yang diperkirakan tidak akan beli lagi setelah itu, hal ini merupakan kecurangan yang tidak diperbolehkan dalam Islam, bahkan sebaiknya para penjual tidak mengambil keuntungan melebihi dari sepertiga, karena hal ini merupakan tindakan berlebihan dalam mengambil keuntungan menurut madzhab Maliki.
Jujur dalam bertransaksi
Penjual harus jujur dalam menyebutkan aib dan cacat serta kekurangan barang yang ia jual, tanpa ada kebohongan dalam hal-hal yang mendasar dalam barang tersebut, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasalam :
إنَّ التُجَارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ فُجَّاراً إلاّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَ بَرَّ وَ صَدَّقَ
“Sesungguhnya para pedagang itu akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan fajir kecuali siapa yang bertakwa kepada Alloh, berbuat kebaikan dan jujur” (HR. Tirmidz ).
Termasuk dalam perkara yang meski dihindari oleh para penjual adalah banyak memuji barang daganganya meskipun barang dagangan tersebut memang baik dan ia jujur dalam memujinya, demikan pula bagi para pembeli hendaknya juga tidak mencela dagangan si penjual karena mencela adalah perbuatan yang tidak baik dan bisa melukai hati orang lain.
Saling bertasamuh (saling memberi keleluasaan)
Penjual hendaklah memudahkan bagi para pembeli untuk melakukan penawaran dengan mengurangi atau menurunkan harga atau tidak membandrol harga yang terlalu tinggi dan bagi pembeli hendaknya tidak terlalu banyak menuntut kepada penjual sehingga menyebabkan kerugian bagi si penjual.
Menjauhi banyak bersumpah
Baik bagi penjual maupun pembeli hendaknya mejauhi banyak bersumpah, hal ini sebagaimana firman Alloh Ta’ala: “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqoroh 224). Maka bersumpah dalam hal jual beli merupakan perkara yang dapat menghalangi kebaikan sehingga mutlak hal ini tidak diperbolehkan.
Memperbanyak sedekah
Dianjurkan bagi para penjual untuk banyak bersedekah untuk menghapus dosa-dosa bisa saja terjadi dalam setiap transaksi baik ia terlanjur bersumpah atau terlanjur melakukan gubn dan lain sebagainya.
Mencatat dengan tertib setiap transaksi
Bagi para penjual hendaklah mencatat dengan tertib setiap transaksi maupun hutang piutang yang dilakukan dengan orang lain, hal ini sebagaimana firman Alloh : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqoroh 28 ).
Mau menerima iqolah
Iqolah yaitu pengembalian barang atau pembatalan akad jual beli yang dilakukan oleh pihak pembeli maupun penjual, meskipun menerima iqolah ini tidak wajib bagi penjual maupun pembeli kecuali kerena aib atau cacat barang yang disembunyikan atau tidak diketahui sebelumnya, tetapi ini merupakan perkara yang baik yang meskinya dilakukan oleh para pedagang maupun pembeli tentunya iqolah bukan dimaksudkan untuk merugikan orang lain. Hal ini sebagaimana sabda Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasalam :
مَنْ أقَالَ نَادِمًا أقَالَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barang siapa yang menerima pembatalan jual beli orang yang menyesal, Alloh menerima pembatalanya pada hari kiamat“. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad shohih )
Tidak melakukan transaksi jual beli yang dilarang
Tidak seyogyanya bagi penjual maupun pembeli melakuakan jenis transaksi yang dilarang oleh syari’at, beberapa transakasi yang dilarang tersebut di antaranya :
1. Jual beli barang yang belum diterima. Seorang muslim tidak boleh menjual barang yang belum menjadi miliknya atau membeli suatu barang kemudian menjualnya padahal ia belum menerima barang dagangan tersebut, sebagaimana hadits :
مَنِ بْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعهُ حَتَّى يَسْتَو فِيَهُ
   “Barang siapa membeli makanan ia jangan menjualnya hingga menerimanya“ (HR. Bukhori)
2. Membeli barang yang sudah atau sedang dibeli oleh orang lain. Seorang muslim tidak boleh berkata kepada penjual : “mintalah kembali barangmu aku akan membayarnya lebih dari itu
3. Jual beli najasy. Yaitu berpura-pura melakukan penawaran yang tinggi agar orang-orang tertarik untuk membeli dengan harga yang tinggi pula.
4. Jual beli barang-barang haram. Seorang muslim tidak semestinya menjual ataupun membeli barang-barang yang diharamkan baik secara dzatnya maupun sifatnya.
5. Jual beli ghoror. Yaitu jual beli barang yang belum jelas jumlah dan sifatnya seperti menjual kucing dalam karung.
6. Jual beli dua barang dalam satu akad. Misalnya seorang memiliki dua barang yang berbeda kemudian menjual salah satu barang tersebut dengan harga yang telah disepakati tetapi pihak pembeli tidak tahu barang yang mana yang ia beli.
7. Jual beli urbun (panjer). Seperti seseorang yang membeli atau menyewa sesuatu kemudian ia mengatakan kepada penjual atau pemilik barang : “Engkau aku beri uang (Panjer) dengan syarat jika aku membatalkan jual beli atau sewa maka aku tidak akan memberikan uang sisanya“, meski para ulama’ berbeda pendapat dalam hal ini namun sebagai kehati-hatian lebih baik ditinggalkan.
8. Menjual sesuatu yang tidak ada pada penjual. Tidak diperbolehkan menjual sesuatu yang belum dimiliki atau belum ada karena hal itu bisa menyakiti hati pembeli.
9. Jual beli hutang dengan hutang. Yaitu jual beli yang sama-sama belum ada, penjual belum memiliki barang sedang pembeli belum memiliki uang.
10. Jual beli inah. Yaitu seseorang yang menjual barang kepada orang lain dengan cara kredit kemudian membelinya lagi dengan cara kontan dengan harga lebih murah.
11. Monopoli. Yaitu menampung barang padahal barang tersebut sangat dibutuhkan sehingga ia bisa membuat harga yang tinggi.
12. Jual beli pada waktu adzan jum’at. Seorang muslim tidak boleh melakukan transaksi jual beli ketika adzan kedua dari pada adzan jum’at telah dikumandangkan.
Itulah beberapa praktek jual beli yang dilarang dalam Islam yang semestinya kaum muslimin tidak melakukan praktek jual beli seperti ini, akhirnya marilah kita memohon kepada Ar-Rozzaq rizqi dari jual beli yang baik sehingga mengahasilkan keberkahan. Amien
Maroji’ :
  • Al-fiqh al-Islami wa adilatuhu Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 4 Darul-fikri Damsyik
  • Ahkamul-mu’amalat Dr. Kamil Musa penerbit Muasasah ar-risalah Berut tahun 1415 H / 1994 M
  • Minhajul muslim Abu Bakar jabir Al-Jazairi penerbit Darul-fikri Berut Lebanon
  • Al-Wajiz fie qowaidil-fiqhi al-kulliyat Muhammad Sidqi bin Muhammad Al-Burnu penerbit Muasasah Ar-Risalah cetakan pertama 1404 H / 1983 M.
  • Fikh ekonomi keuangan Islam Prof. Dr. Sholah ash-Shawi & Prof. Dr. Abdulloh Al-Muslih penerbit Darul-haq Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar